UA-72643545-1

Photo

Thursday 23 April 2015

Senandung Kamera Analog (Mengenang)

kamera analog Nikon FM2
Tiga tahun lalu, disaat ramai-ramainya orang berfotografi dengan kamera DSLR (sekarang makin ramai). Penulis sempat mengunjungi seorang sahabat lama yang berprofesi sebagai tukang service kamera analog. Agak sepi pengunjung. Sudah tidak seramai dulu ketika orang belum berpindah dari kamera analog ke digital."Sepi ya Ko" tanya penulis. "Iya nih, pada pindah ke digital (kamera) sekarang nih" jawabnya lesu. "Terus sekarang gimana ? tanya penulis kembali. "Ya jual kamera yang ada aja sama lensa-lensa manual" tuturnya.
Obrolan pun terus berlanjut membahas generasi kamera. Tiba-tiba ada pengunjung datang dan mengeluarkan sebuah kamera, kamera analog !. Ternyata kokang (pemutar film) nya macet. Lantas sahabat penulis tiba-tiba "Sepertinya kamera analog belum habis nih !" serunya sambil tersenyum. Kok bisa ? Barusan pengunjung yang datang itu ternyata punya komunitas foto, tapi menggunakan kamera analog. Dan memang kamera analog belum habis. Semakin kesini semakin banyak saja pengguna kamera analog berbagai merek. Dan penulis pun sempat melihat sendiri saat acara hunting foto ada beberapa rekan fotografer menenteng dua kamera sekaligus. Satu kamera DSLR satu lagi kamera analog. Tulisan kali ini tidak membahas masalah apa itu kamera analog dan perbandingannya dengan kamera digital. Dan tidak membandingkan merk  satu dengan merk lain. Penulis ingin berbagi cerita, bahwa penulis juga masih punya sebuah kamera analog. Kamera yang justru menjadi perjalanan hidup berfotografinya penulis. Sebuah kamera yang saat itu (1998) dibeli dengan harga yang tidak murah. Sebuah kamera yang memang didambakan penulis ketika masa belajar foto.

kamera analog Nikon FM2
Kamera Nikon FM2 tampak Depan dan tanpa lensa

Masih ingat dibenak penulis ketika awal belajar foto menggunakan kamera SLR adalah pinjam dari teman kampus di tahun 93 (Makasih buat Dodi, gak akan terlupa), Merk nya pun masih ingat Canon AT-1. Lensa 70mm-210mm, f; nya yang tidak ingat. Harga rol film merk KODAK 100 isi 36 masih Rp. 5000,-. Hal paling bikin jantungan saat belajar motret saat itu, kalau pas lagi masang film. Jangan salah lho, terlihat mudah dengan hanya menyangkutkan lidah film ke pengait gulungan, tapi jika tidak teliti, film yang kelihatanya mengait di gulungan film itu suka lepas dan saat memutar (kokang) film untuk frame berikutnya film tidak ikut berputar alias jalan ditempat. Sementara posisi film jika sudah berada di dalam tidak bisa dibuka lagi karena akan terbakar negatif film tersebut bila dibuka. (Mungkin bingung ya).

kamera analog Nikon FM2
Kamera dengan desain kokoh dan "kasar"
Tapi itu ternyata menjadi salah satu cerita tersendiri yang mengasyikan sekaligus suka bikin tertawa. Karena belakangan diketahui beberapa fotografer yang sudah pengalaman pun terkadang mengalami hal yang sama. Dan disitu juga menjadi sensasi lho, saat menggulung film. Sambil memutar negatif film, hati deg2an, dan seperti tak tenang, jadi gak ya, jadi gak ya ini gambarnya ! Coba aja bertanya dengan orang yang belajar motretnya masih menggunakan kamera analog. Pasti hampir sama deh ceritanya.

Banyak cerita dengan kamera analog. Dan segudang cerita yang tak pernah terlupa ketika menggunakan kamera analog. Penulis juga tidak akan pernah lupa ketika membeli kamera Nikon FM2 ini. Walau sebelum memiliki kamera Nikon FM2, penulis sempat menggunakan kamera analog merk Minolta dan juga Nikon FE2. Entah ada apa dengan kamera Nikon FM2 saat itu, sehingga penulis betul-betul ingin memilikinya. Yang penulis ingat desain nya memikat dan kokoh. Tapi harga body only nya saja sudah bikin pusing kepala. Ketika ada teman yang ingin jual kamera type ini, saat itu penulis sebenarnya tidak cukup uangnya. Walau harus menjual kamera Nikon FE2 dan ditambah sedikit simpanan. Tapi tekad sudah bulat untuk memiliki kamera tersebut. Akhirnya memberanikan diri untuk melihat dan menawar kamera yang mau dijual. Memang kamera bekas, tapi kamera dambaan. Dengan teknologi yang hampir sama dengan kamera-kamera analog merk lain. Namun yang membuat beda adalah kecepatan shutter mencapai 1/4000 dan sinkron ketika menggunakan flash mencapai 1/250. Bandingkan dengan kamera analog lain yang hanya 1/60 atau 1/125 sinkron flashnya.

kamera analog Nikon FM2
Tombol-Tombol Fungsi pada Kmaera Nikon FM2. Lihat shutter 1/250. Diberi warna merah karena itu adalah
nilai sinkron tertinggi ketika menggunakann flash

Dan akhirnya kamera dambaan pun penulis miliki hingga kini. Merekam berbagai moment dengan kamera ini pun dimulai. Banyak suka dan duka ketika bertugas memotret menggunakan kamera ini. Dengan kamera ini, penulis juga diterima bekerja di perusahaan media cetak. Mulailah perjalanan penulis dalam berfoto dimulai. Mulai dari memotret musisi, artis, produk, pabrik dan lainnya. Ada hal lucu (penulis pernah ceritakan di postingan sebelumnya) sekaligus menggelikan. Karena hingga saat ini beberapa teman masih saja mengingat kejadian itu dan selalu dijadikan bahan candaan (terima kasih untuk semua teman yang bertugas di Majalah Audio Pro). Jadi ketika itu, penulis mendapat tugas memotret band /rif disebuah panggung, kalau tidak salah di Parkir Timur Senayan. Band yang sedang naik daun. Dan satu-satunya fotografer yang berada diatas panggung bahkan dekat sekali dengan Maggi (penabuh brum /rif) hanya penulis. Fotografer lain sekitar 2m dari panggung. Kamera sudah ditangan, berdiri tenang sambil mencoba mengambil beberapa gambar penonton. /rif tiba-tiba langsung naik panggung tanpa basa-basi menyanyikan lagu-lagu andalannya. Penulis tak kalah sigap, memotret pertunjukan mereka. Saat itu penulis hanya bermodalkan satu rol film isi 36. Jeprat sana sini, bahkan sang vokalis begitu dekat dengan penulis. Tiga lagu sudah berjalan, penulis tidak melihat counter film saat itu. Cuma saat lagu keempat, penulis mulai bertanya-tanya. Kok negatif film gak habis-habis ya ? Jangan-jangan ! Tapi penulis hilangkan keraguan tersebut. Kembali memotret. Dan akhirnya sebelum pertunjukan habis, penulis sudah turun dari panggung. Pulang. Saat di parkiran hati bimbang, tadi motret filmnya gulung gak sih ya ? Tapi kembali tertepis keraguan tersebut. Esok harinya saat ingin menyetor hasil foto. Penulis ambil kamera dan menggulung film, Saat menggulung negatif film hati sudah mulai gak enak, kok enteng....ya. Dan jedeeerrrrr.......betul, ternyata film tidak tergulung di tempatnya. Bangga bisa memotret dari dekat band /rif tapi dapat anugrah Surat Peringatan Pertama dari kantor. Sampai sekarang cerita itu jadi bahan ingatan teman-teman. Ya sampai sekarang, walau mereka sudah tidak satu kantor lagi.

kamera analog Nikon FM2
Tampak Belakang. Terlihat tempat rol film dan penggulung filmnya



kamera analog Nikon FM2
Jendela Rana Nikon FM2 
Dan masih banyak lagi cerita bersama kamera ini ketika memotret. Dan ketika harus berganti kamera DLSR, penulis masih membawa kemana-mana kamera ini ketika bertugas. Satu hal yang bikin kangen ketika menggunakan kamera analog adalah, ketika memutar tuas untuk menggulung negatif film. Bunyinya khas, sreek. Belum lagi penulis bisa memodifikasi frame dengan cara membuat kotak yang bermotif bergerigi atau apa saja dengan cara menempel kertas  hitam bentuk kotak di jendela frame, Nanti hasil fotonya pada pinggiran foto akan terbentuk garis pinggir sesuai dengan motif yang kita buat.

kamera analog Nikon FM2
Mounting Bayonet. Dulu mounting ini menjadi pertimbangan sebelum  membeli kamera analog

Mounting lensa saat dulu juga menjadi pembicaraan tersendiri lho. Karena kebanyakan saat itu lensa kebanyakan menggunakan model ulir (memutar-mutar lensa pada mounting saat dipasang). Dan mounting model bayonet menjadi pilihan tersendiri dan itu ada di Nikon FM2. Dan mounting ini menerima segala jenis lensa Nikkor type AF-S, AF-D, AIS. walau saat itu banyak kamera analog berteknologi auto fokus, tapi tantangan mencari fokus dengan cara manual yaitu memutar gelang lensa hingga subyek terlihat bening (tajam) menjadi tantangan tersendiri saat itu. Nikon memang bertengger diposisi atas dalam hal penjualan kamera analog dengan mengeluarkan kamera profesional type F. (F2, F3, F4, F5, F6). Dan Nikon FM2 bermain di mid range. Tapi walau bermain di mid range, justru kamera Nikon FM2 menjadi pilihan tersendiri buat para fotografer saat itu. Penulis bilang, kamera ini kasar dan bandel. Bisa dibawa disegala cuaca. Dan terbukti, hingga sekarang kamera tersebut masih bisa digunakan.
kamera analog Nikon FM2
Tombol Timer (bergaris putih) dan diatasnya adalah tombol Pengukur Dept of  Field


Begitulah cerita penulis tentang kamera Nikon FM2 ini. Mengingat semakin banyak saja fotografer yang mendalami kamera analog dan menggunakannya ditengah hingar bingar kamera DSLR. Tapi ternyata analog masih punya tempat tersendiri. Fullframe, jelas. Walau agak ribet ketika harus mencetaknya. Namun kamera analog masih ada di hati. Semoga semakin banyak hasil-hasil foto analog sekarang, bisa memperkaya khasanah foto di Indonesia. Selamat memotret.

kamera analog Nikon FM2
Berawal dari kamera ini Penulis menjalani dunia fotografi

Teks dan Foto : Farid S
Penulis dengan Nikon FM2 berikut  Drive Motor MD12

2 comments:

  1. Bersyujurlah generasi 90-an bisa menjajal kamera digital. Coba mahasiswa atau orang genersi 70 dan 80-an, untuk bisa menangkap sebuah moment harus repot pencet ini, pencet itu, kalau mau liah hasilnya harus dicuci dulu di studio foto dan belum lagi soal mengait gulungan itu..hadeuh. Tidak seperti sekarang, tinggal ciss..cekrek! langsung jadi...Instant sekali ya.

    ReplyDelete
  2. Bersyujurlah generasi 90-an bisa menjajal kamera digital. Coba mahasiswa atau orang genersi 70 dan 80-an, untuk bisa menangkap sebuah moment harus repot pencet ini, pencet itu, kalau mau liah hasilnya harus dicuci dulu di studio foto dan belum lagi soal mengait gulungan itu..hadeuh. Tidak seperti sekarang, tinggal ciss..cekrek! langsung jadi...Instant sekali ya.

    ReplyDelete