|
Curug Lebuay |
Tahun akan segera berganti. Di penghujung pergantian tahun, penulis yang sudah lama sekali tidak mengisi post untuk blog ini, mencoba untuk berbagi pengalaman saat mengunjungi sebuah daerah yang 16 tahun lalu pernah penulis datangi. Desa/Pekon Air Naningan, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, Lampung . Dan sekarang keadaan sudah berubah jauh, jauh lebih maju. Namun tidak meninggalkan kesan pedesaan seperti khasnya desa-desa lain di seluruh Indonesia. Udara yang sejuk,
penduduk yang begitu ramah, hilir mudik kendaran bermotor mengangkut hasil pertanian. Kegotong royongan yang selalu terjaga, saling sapa (dan kenal) dengan para penduduk yang bertemu entah di jalan saat hendak menuju kebun walau penduduk tersebut tinggalnya puluhan kilometer jauhnya adalah contoh dari sekian banyak khasnya pedesaan. Begitu juga dengan Air Naningan. Membutuhkan jarak tempuh sekitar 4 jam dengan transportasi darat dari Pelabuhan Bakauheni, Desa Air Naningan mudah sekali ditemukan. Siapa yang tidak mengenal Bendungan Batu Tegi , salah satu bendungan terbesar di kawasan Asia Tenggara yang terletak di wilayah Way Harong. Dan lokasi Desa Air Naningan pun tak jauh dari daerah tersebut. Dengan penduduk yang rata-rata menggantungkan hidupnya dengan menjadi petani ini mempunyai lokasi air terjun yang indah. Dan jangan salah, tidak hanya satu lho lokasi air terjun di Air Naningan, tapi hampir ada empat lokasi. Salah satunya adalah Air Terjun Lebuay yang berada di Desa Datar Lebuay. Jika sudah berada di Desa Air Naningan, air terjun ini mudah ditemukan. Tapi tak semudah perjalanan menuju ke lokasi air terjunnya.
|
Jembatan Kuning. Jembatan yang jadi penghubung bagi para warga desa |
Perjalanan dengan kondisi jalan yang turun dan menanjak, jika memang memulainya dari Desa Air Naningan diawali dengan "membelah" sebuah jembatan penghubung antara Desa Naningan dengan Desa Datar Lebuay. satu-satunya jembatan penghubung yang di klaim sebagai jembatan terpanjang di Lampung ini mempunyai keunikan tersendiri. Selain berwarna kuning, dibawah jembatan ini terhampar aliran Bendungan Batu Tegi bentuknya seperti sungai dengan aliran air yang tidak begitu mengalir deras. Jika pembaca beruntung, ketika sedang melewati jembatan ini, akan ada beberapa nelayan yang sedang menjala ikan yang akan menambah pesona indahnya lokasi ini. Jembatan yang hanya cukup dilalui oleh satu motor ini bisa menjadi alternatif untuk memperbanyak kumpulan foto perjalanan pembaca. dengan panarama alam perpaduan antara bukit, danau dan jembatan itu sendiri.
|
Pemandangan dari Jembatan Kuning |
Setelah melewati jembatan ini perjalanan diteruskan dengan menyusuri jalan yang turun naik dengan kondisi jalan tidak beraspal, Namun dua sahabat penulis ( Budi dan Empeh) yang saat itu menemani penulis menuju lokasi begitu piawainya membawa kendaraan roda dua jenis trail. Perjalanan dengan kondisi jalan seperti itu, selain membutuhkan skill tersendiri, juga dibutuhkan keberanian. Penulis sempat turun (bahkan berkali-kali menawarkan diri untuk turun) dari kendaraan ketika jalan yang dilalui begitu curam saat jalan menurun. Namun dengan tenang dua sahabat penulis ini membawa kendaraan dengan sangat baik hingga sampai ditujuan.Perjalanan yang berjarak tempuh sekitar 30 menit ini pun berakhir. Memang belum ada petunjuk arah untuk menuju lokasi air terjun, tapi jangan ragu untuk bertanya kepada penduduk setempat keberadaan lokasi ini.
|
Jalan terjal namun mengasyikan |
Lokasi air terjun memang belum begitu ramai. Hanya tampak beberapa pengunjung. Kendaraan motor pun harus parkir, karena untuk menuju ke air terjunnya itu sendiri harus berjalan kaki dan melalui jalan setapak. Tingkat kemiringan jalan pun cukup tinggi, diatas 70 derajat. Perlu ekstra hati-hati saat menuruni jalan. Saat penulis kesana ada kabel besar, yang entah berfungsi atau tidak (belakangan diketahui ternyata kabel tersebut terhubung dengan genset di dekat sungai) bisa menjadi pegangan saat jalan menurun. Dan ada satu titik jalan yang bisa dijadikan acuan, bahwa titik jalan tersebut adalah puncak jalan menurun tercuram menuju lokasi air terjun. Ingat ya ketika datang jalan memang menurun, tapi ketika pulang, jalan itu akan menjadi sebuah tanjakan yang memerlukan tenaga ekstra untuk melaluinya.
|
Jalan yang curam menuju lokasi, perlu extra hati-hati |
|
Kemiringan lebih dari 70 derajat |
Dan akhirnya, setelah melalui perjalanan yang cukup menantang, terdengar dari kejauhan suara deru aliran air terjun. Suasana sejuk serta rindangnya pepohonan, menambah kesan tersendiri. Belum lagi aliran sungai yang jernih, mengalir tenang disela bebatuan. Suara gemuruh air yang jatuh dari ketinggian pun semakin lama terdengar sangat jelas. Beberapa teriakan kegembiraaan dan keceriaan terdengar seperti memanggil orang lain untuk menikmati indahnya alam yang tersembunyi. Inilah Air Terjun Lebuay ! Yang jika musim hujan, akan menjadi air terjun kembar, namun bila musim kemarau kembarannya akan surut, namun air terjun yang satunya tetap memancarkan pesonanya. Dengan ketinggian lebih dari 10 meter ini, debit air yang cukup deras dari ketinggian betul-betu memukau. Batu-batu besar dan kecil menjadi penguat pesona air terjun ini. Belum lagi hijaunya tumbuhan yang ada dinding bukit. Beberapa pegunjung pun terlihat asyik dengan segala aktifitasnya. Ada yang sedang mandi, ada yang sekedar merendam kaki, ada yang berselfie...semua menjadi keindahan yang menyatu. Penulis hanya bergumam dalam hati, Betul-betul surga yang tersembunyi dari Sang Pencipta. Betul adanya, jika ingin keindahan memang harus ada jalan yang berliku dan terjal untuk dilalui. Itupun berlaku di Air Terjun Lebuay. Dan inilah surga tersembunyi dari wilayah penghasil kopi dan lada ini, Curug Lebuay
|
Pesona Air Terjun Lebuay |
|
Surga Yang Tersembunyi |
Foto dan Teks : Farid S
Bagi pembaca yang ingin menuju ke lokasi Air Terjun Lebuay, dan membutuhkan tenaga guide serta kendaraan motor trail, bisa menghubungi Budi di nomor 0822-8252-0304 (khusus WA)
No comments:
Post a Comment