UA-72643545-1

Photo

Sunday 1 August 2010

Senandung Yang (Mungkin) Indah di Keduanya

Siapa yang tak kenal dengan keindahan bunga ? Entah apa itu tanamannya, begitu tanaman tersebut di embel2i dengan kata bunga, maka yang terbayang adalah keindahan atau juga pesona dari bunga tersebut. Mau contoh ? Bunga Bangkai, Bunga Anggrek, Bunga Matahari dan lain sebagainya (gimana kalo Bunga Bank ? waah....sepertinya lebih menarik).

Siapa yang jijik melihat Ulat ? bahkan mendengar namanya ada sebagian orang yang langsung merinding karena membayangkan ulat itu berbulu, menempel di kulit dan gatal ! Ada benarnya tapi mungkin lebih banyak salahnya jika menganut paham tersebut. Tidak semua ulat itu berbulu dan mengakibatkan gatal. Banyak jenis ulat yang justru indah di lihat. Mungkin karena bentuknya, warnanya, bahkan perpaduan antara keduanya.

Dan foto saya kali ini mencoba menggabungkan antara Bunga dan Ulat. Dua2nya indah (menurut saya). Dua2nya seolah saling mengisi. Bunga dengan warna dominan putih dengan putik berwarna kuning. Ulat berwarna hitam dengan corak yang begitu indah. Namun dibalik pengambilan foto ini, ada 'sesuatu' yang saya rasakan. Seandainya yang (menurut) sebagian orang katakan bahwa Ulat itu menjijikan (buruk) dan hampir semua orang berkata bahwa Bunga itu indah dan jika keduanya diandaikan sebagai manusia, maka betapa indahnya, jika manusia yang tidak sempurna (dimata sebagian orang) bisa di tutupi dengan sesuatu yang sempurna. Alangkah indahnya bila sebuah ego bisa dienyahkan demi indahnya kebersamaan.

Thursday 15 July 2010

Senandung Anakku Lintang







Lahir 14 September 2002. Terlahir dengan nama Lintang Tanjoeng Samudhera. Adalah saat-saat yang menyenangkan ketika ia terlahir ke dunia. Perasaan bahagia, haru, senang, dan haru biru menjadi satu. Dialah anak lelaki ku satu-satunya. Ku beri nama yang menurut aku berarti Lintang adalah garis, Tanjoeng berarti ujung pulau, Samudhera adalah luas. Jika diartikan secara gamblang "suatu ketika anakku berada di manapun atau dalam kondisi apapun, tetaplah harus ingat dengan asal muasalnya, tetaplah ia harus membumi". Kini ia sudah 8 tahun (September 2010). Tak ada orangtua yang ingin anaknya terpuruk. Tak ada Harimau yang memakan anaknya sendiri. Begitu juga aku, aku upayakan dan usahakan anakku menjalani kehidupan dengan apa adanya. Perlahan aku mencoba selalu mengajarkan hal-hal yang baik dan bisa diterima oleh pikiran sesuai dengan usia anakku. Tak terkecuali ia pun aku ajarkan memotret. Periang, gesit, selalu ingin tahu, adalah sifat yang ada pada anakku. Aku memanggilnya Lintang. Kadang aku embel2i "Keriting Keren", yah karena memang rambutnya ikal cenderung keriting. Anakku Lintang, kelak kamu akan tahu, begitu besar sayang ayah ke kamu, cepat besar ya Nak, ayah akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa menemani kamu dalam menggapai cita2 kamu. Ayah sayang kamu.




Sunday 30 May 2010

Sedang (ber)Senandung Sedih


Setetes Air yg bisa menyejukan hati

Terguncang dan Mengkoyak Mudah2an menjadi akan indah kegundahan dan kekoyakan tersebut nantinya.

Seperti yg pernah saya sampaikan, bahwa buat saya fotografi sudah menjadi bagian dari jiwa. Susah senang saya, diusahakan selalu untuk mencoba berkarya, walau entah karya itu berkenan atau tidak. Tapi saya mencoba menggambarkan rasa senang atau sedih saya dalam sebuah foto. Setidaknya, luapan sebuah emosi saya sampaikan dalam sebuah foto.


Saat mengambil foto ini, jujur hati saya sedang gundah. Layaknya sebuah air yang tenang, tiba2 terpercik oleh sesuatu yang berakibat adanya guncangan dan mengkoyak ketenangan itu sendiri. Namun guncangan dan koyakan tersebut kadang bisa indah kadang sebaliknya. Jika melihat percikan air ini saya berharap akan indah. Seindah bentuk dari hasil percikan itu sendiri. Dan saya ingin, di kala gundah saya berharap ada tetesan air yang mungkin bisa menyejukan hati saya. Jatuh secara pelan namun tidak mengguncang dan mengkoyak. Dan saya berharap, suatu ketika ini terjadi pada diri anda, tetap lah tegar dan tetaplah berharap, bahwa ada yang akan lebih baik dengan adanya guncangan dan koyakan ini.

Monday 24 May 2010

Sekedar Berbagi Pengalaman


Belum lama ini saya melakukan sebuah pemotretan untuk keperluan majalah. Entah bagaimana, saya suka sekali dengan melakukan setting lampu seperti ini. Dimana ada cahaya dibelakang model, memang terkesan ektrim, karena cahaya yg berasal dari slave master di bagian belakang sengaja saya tonjolkan. Selain, timbul semburat cahaya juga lebih mendramatisir karakter si Model. Pasti disetiap memotret saya selalu melakukan hal ini, padahal hasil foto belum tentu digunakan. Selalu saya simpan, dan saya perhatikan baik2 dimana letak kekurangannya. Kapan waktu saya coba kembali. Manusia hidup selalu dengan dua sisi, ada sisi negatif dan positif. Saya mencoba selalu menampilkan keduanya. Tidak ada manusia yg sempurna. Pasti ada sisi hitam dan putihnya. dan saya mencoba untuk menggambarkan hal itu. Siapapun anda, percayalah, yg hitam tidak akan selamanya hitam, yang putih mudah2an bisa bertahan dengan putihnya.

Thursday 6 May 2010

Parade Hasil Foto (Bag. Pertama)

Ket Foto : Pemandangan si Selatan Jakarta



Ket Foto : Jalan Thamrin di Malam Hari

Ket Foto : Anjungan di P. Rambut


Ket Foto : Parade Model

Ket Foto : Saat Anggun , Tony Braxton, Jason M'raz manggung di Jakarta




Jika ada yang bertanya, sebenarnya lebih fokus kemana fotografi saya. Pertanyaan yang sulit saya jawab. Dulu waktu masa pembelajaran, saya memotret apa saja yang saya suka. Wanita, Potrait, Landscape, Satwa, Still Life, bahkan Wedding dan dokumentasi acara. Saya pelajari semua. Sulit untuk memilih. Sementara hingga sampai saat ini saya pun masih memotret apa saja karena sesuai dengan tugas sebagai seorang Jurnalis Foto. Sepertinya saya dituntut untuk bisa motret apa saja. Apalagi sewaktu saya bergabung di Majalah Audio Pro dan Audio Video, antara foto Potrait, Panggung dan Produk seolah menjadi keseharian memotret saya. Ada penambahan 'jabatan' saat itu, Fotografer Panggung dan Fotografer Musisi. Nama-nama musisi dalam dan luar negeri seperti Ahmad Dhani, Fariz RM, Gilang Ramadhan, Andy Ayunir, Wong Aksan, Yovie Widianto, Jhon Myung (Dream Theater), Paul Gillbert (Mr. Big), Rick Wackman dan beberapa musisi lain, adalah nama yang pernah saya potret untuk pemotretan cover majalah. Bahkan foto keluarga nya Mas Fariz RM yang notabene adalah hasil foto saya, dijadikan insert cover di Album nya Dekade Fariz RM (sesuatu yang bisa membuat saya banggakan, hingga sekarang). Dan pengalaman yang tak pernah terlupa, ketika harus memotret Ahmad Dhani, saat itu konsep awal adalah Mas Dhani sebagai seorang pemain keyboard (sesuai dengan alat musik yang dipegangnya di Dewa), namun tak sangka, saat pemotretan akan berlangsung, saya utarakan konsep saya, Mas Dhani menolak dan mengatakan bahwa dirinya di Dewa adalah Produser. Waaah....pikiran serasa blank, namun saya usahakan secepat mungkin mendapat ide untuk memenuhi keinginannya. Akhirnya pemotretan berlangsung lancar. Dan dari sanalah saya sedikitnya mengetahui pemikiran dan gagasan2 seorang Ahmad Dhani.


Foto Panggung

Menjalani profesi fotografer yang dituntut bisa memotret apa saja, tidaklah membuat saya harus meratapi nasib. Tapi justru disitulah saya mempelajari banyak hal baik itu fotografi dan diluar fotografi. Foto Panggung adalah salah satunya, saya lupa group atau acara musik apa yang pertama kali saya potret. Saat ditahun 2000, Group Musik seperti Slank, Jamrud, Dewa, Padi, Sheila on 7, Gigi, The Fly, Naif, /Rif adalah group band papan atas saat itu, dan saya bersyukur sempat memotret konser mereka. Yang saya ingat dan paling berkesan adalah saat memotret group Scorpion sewaktu manggung di Bandung, lalu Group Vokal Westlife yang manggung di Jakarta. Dan di Foto Panggung ini saya mendapatkan banyak pelajaran, bagaimana beratnya perjuangan seorang fans yang menonton penyanyi pujaannya. Tergencet, terinjak, bahkan terjatuh dan pingsan adalah hal biasa yang sering saya saksikan bila berada di dekat penggung. Dan pengalaman yang paling menggelikan adalah ketika saya memotret konser /Rif, berbekal kamera analog Nikon FM2 dan satu-satunya fotografer yang bisa naik panggung (yang lainnya dibawah) bahkan Maggi sang drummer group band tersebut hanya berjarak 3m dari posisi saya. Bebas sebebasnya saya mengambil moment yang ada. Setelah merasa cukup, saya turun dari panggung, dan langsung menuju redaksi. Sampai di redaksi, badan seketika lemas, karena begitu mengeluarkan kamera dan ingin menggulung film (masih pakai film negatif), ternyata gulungan berputar ringan ! Ya Tuhan.......ternyata film yang saya gunakan tadi tidak tergulung. Dan shutter yang saya tekan dari tadi saat dipanggung adalah shutter kosong alias film tidak nyangkut ! Pasrah, merasa diri paling bodoh, lucu, bercampur jadi satu.



Nah foto-foto yang saya tampilkan mungkin tak ada hubungannya dengan cerita diatas. Tapi setidaknya, foto-foto inilah bisa menggambarkan perjalanan panjang saya dalam memotret dan harus bisa memotret apa saja.


Baca Juga :


Senandung Memotret Dengan Kecepatan Rendah
Memotret Tetes Air dengan lensa kits
Memotret Buah Jatuh Ke Air
Senandung Memotret Wayang Orang (Tips dan Trik)
Senandung Memotret Ekspresi Anak
Memotret Ekspresi di Panggung Musik
Senandung Foto Efek Rim Light (Tips Memotret Model )

Tuesday 4 May 2010

Ketika Memotret itu Tiba (Bag. Ketiga-Habis)









Ket: Foto : Alit

Model : Maia Novie














Setting Lampu


Menunggu MUA memoles wajah Model saya lihat lagi kondisi lokasi pemotretan dan langsung mensetting lampu. Seperti diutarakan diatas dengan lampu-lampu tersebut, saya setting secara sederhana tidak terlalu njlimet. Dengan pola lampu utama (300 Ws) yang saya balut dengan softbox dan di posisikan di depan model, saya mulai mengetes eksposure dengan satu lampu terlebih dahulu. Karena selain model yang saya potret, ada juga produk yang menjadi pendampingnya, diagframa selalu saya stel pad f:8, ini memungkinkan agar background tidak terlalu blur. Setelah itu, saya akan memanggil rekan untuk bisa berdiri di dekat lampu (yang nantinya menjadi posisi model), setelah mengambil beberapa frame, barulah saya menentukan untuk penambahan lampu berikut serta penempatannya. Mungkin pembaca ada yang bertanya, apakah saya menggunakan kru disetiap pemotretan ? Jawabannya tidak ! mulai dari angkat , pasang sampai setting lampu saya lakukan sendiri. Hal ini sebenarnya bukanlah hal yang aneh. Walau tidak disetiap pemotretan saya lakukan hal tersebut. Tapi semua saya lakukan dengan senang hati. Karena yang terpenting buat saya adalah support mereka (teman2 satu tim) merupakan bantuan yang tak terhingga.


Sesi Demi Sesi

Begitu MUA menyelesaikan tugasnya, dia akan mengantar model ke hadapan saya. Saya perhatikan polesan hasil MUA, lalu saya foto close up hingga bagian pipi, mata , alis, sampai bibir terlihat jelas. Diskusikan dengan MUA , jika memang saya merasa ada yang janggal atau terlalu tebal make up nya. Jika memang tak ada yang perlu di rubah, selanjutnya tes lampu kembali, dengan cara si model berdiri di posisi yang ditentukan. Setelah dirasa cukup. Saya akan sedikit mengingatkan kepada model hal-hal yang pernah dibicarakan dan saya katakan ke model “Inilah saat nya buat kamu, untuk menunjukan yang terbaik”. Istilahnya memberi support buat si Model. Setelah itu saya briefing mengenai produk pendamping, dan pose yang saya inginkan. Dan akhirnya pemotretan itu berlangsung sesi demi sesi, instruksi, pose, serta diskusi ‘dadakan’ dengan model menjadi warna tersendiri di setiap pemotretan ini. Saya fokuskan pikiran dan hati saya untuk membuat foto yang bisa dimengerti orang, dalam artian pesan yang saya sampaikan bisa diterima oleh yang melihat. Dalam pemotretan ini saya tak selalu berpatokan dengan satu eksposure (f;8) sesuai dengan setting awal , begitu ada beberapa foto yang dirasa cukup bagus dan sesuai, maka tak segan saya akan segera mengubah berbagai eksposure . Bahkan tak segan merubah setting lampu seketika untuk mendapatkan passion yang berbeda. Sedikit catatan, hal yang paling kurang berkenan adalah ketika beberapa pose yang menurut saya sudah bagus dan saya sudah memberi aba-aba “frezze” ke si Model, namun si model malah bergerak merubah pose nya dalam hitungan detik, padahal shutter sedang saya tekan. Ini kadang memberi efek psikologis tersendiri buat saya.

Sunday 2 May 2010

Ketika Memotret itu Tiba (Bag. Kedua)

Ket Gambar : Foto : Alit
Model : Christina J. Lumley

Ket Foto : Foto Alit
Model : Aliya S


Persiapan Pemotretan Cover
Kelar dengan urusan Model, langkah berikutnya adalah mempersiapkan berbagai keperluan untuk pemotretan. Seperti penentuan lokasi, produk utama yang bakal dipotret bareng model, lalu produk-produk lain yang akan mengisi inside cover. Biasanya dalam pemotretan saya selalu membagi lima sesi, dengan perincian satu cover utama, satu cover story, tiga inside cover. Kesemuanya saya persiapkan yang tentunya masing-masing sesi akan berbeda dari setiap foto yang saya buat.

Konsep
Kelar dengan langkah diatas, saya persiapkan konsep sesuai dengan apa yang ingin ditampilkan pada edisi yang bakal (majalah) edar. Saya bicarakan secara gamblang dengan manajemen. Namun kadang saya juga merasa lucu dengan keadaan ini. Kadang konsep yang dibuat justru jauh dari apa yang saya inginkan begitu tiba di lapangan. Padahal sebenarnya masalah lokasi disurvey terlebih dahulu. Namun saya selalu berusaha tidak keluar dari konsep.

Wadrobe & Make Up
Betapa pentingnya para designer baju buat saya. Karena baju yang akan dipakai berimbas dari apa yang telah di konsepkan. Walau kadang saya agak kesulitan mendapatkan nama-nama designer yang akan meminjamkan baju, namun saya sangat bersyukur, karena mereka selalu welcome untuk meminjamkan baju-bajunya. Pun jika masalah ini tak terpecahkan, saya biasanya akan membicarakan dengan model (biasanya saya bicarakan terlebih dahulu diawal wawancara), apakah ia mempunyai stock pakaian yang memadai dan sesuai konsep pemotretan. Wadrobe sudah terpenuhi, tinggal menentukan siapa Make Up Artis (MUA) yang bakal bekerja memoles wajah model. Dan saya utarakan keinginan saya jenis make up yang sesuai dengan konsep pemotretan. Dalam hal make up, saya ingin selalu menampilkan kesan natural pada wajah model. Dengan polesan yang natural, buat saya nantinya akan berpengaruh pada setting lampu. Jadi betapa pentingnya dua posisi tersebut buat saya. Tanpa mereka tidak akan pernah ada pemotretan yang bisa berjalan sesuai rencana. Ini pernah saya alami, ketika salah satu dari mereka tidak bisa hadir (make up artis), padahal waktu memotret sudah ditentukan. Uhh….sungguh beban yang berat.

Ketika Memotret itu Tiba
Inilah peristiwa yang selalu saya nanti, diri seolah merasa tidak sabar untuk segera menuangkan konsep dan ide yang telah dibuat. Bahkan malam sebelumnya saya selalu membaca konsep berkali-kali. Dan tak henti selalu melihat kembali berbagai contoh-contoh foto baik itu di internet dan majalah hasil karya para fotografer lain. Yang saya lihat dari mereka adalah hal penataan cahaya dan pose. Yang mungkin bisa disesuaikan dengan konsep saya. Tiba di lokasi, satu jam sebelumnya saya akan men setting lampu. Jujur, saya mungkin termasuk fotografer apa adanya, dalam artian tidak terlalu banyak lampu yang saya gunakan. Maksimal hanya tiga buah. Bermodalkan lampu berkekuatan 180 watt dan 300 watt dan juga dua slave , rasanya cukup buat saya. Payung dan softbox, serta snoot (alat ini saya buat sendiri dari karton hitam) adalah alat pendukung yang selalu saya gunakan.

Foto & Teks : Alit

Thursday 29 April 2010

Ketika Memotret itu Tiba ( Bag. Pertama )


Ket. Foto : Take a Picture



Ket. Foto : Suasana Pemotretan

Ket. Foto : Diskusi dgn Model* Memberikan intruksi pose * Sedang Melihat hasil



Sungguh suatu kesibukan tersendiri, ketika saat memotret tiba. Mendapat tugas ini sebenarnya suatu kebanggaanyang tak terkira buat saya. Pemotretan Cover. Sekitar dua minggu “berburu” calon model lewat audisi ketat, model sudah harus terpilih. Biasanya saya menghadapi sekitar 6 calon model. Semua model yang datang selain cantik, juga punya tujuan tersendiri . Jangan salah, motovasi mereka begitu kuat untuk bisa tampil di sebuah majalah. Tentu saja bukan tugas yang mudah untuk memilih satu diantara mereka. Ada beberapa langkah yang biasa Saya lakukan dalam meng- audisi seorang model :

Mengisi Biodata
Ini perlu dilakukan untuk database, karena di biodata si model akan menulis data-data lengkap tentang dirinya. Nama, Tinggi dan berat badan , serta umur adalah urutan pertama dalam biodata yang saya buat.

Wawancara
Motivasi mereka macam-macam, ada yang ingin cari pengalaman, ada yang ingin mencoba, ada yang ingin terkenal, ada yang ingin sekedar tampil, bahkan terang2an mengatakan bahwa mereka mengejar honor. Honor ? Yah, siapa yang tak ingin dibayar dengan honor tinggi ? Namun kenyataannya, kalau saat audisi belum apa-apa sudah bertanya “honor nya berapa ?”, saya biasanya langsung mengernyitkan dahi ! dan tanpa mereka ketahui langsung saya beri tanda khusus di biodata mereka. Karena untuk masalah ini, ada pembicaraan tersendiri. Saat itulah sebenarnya penilaian mulai berlangsung. Dimana akan terjadi dialog antara saya dan model. Dari gaya bicara, putaran bola mata, gerakan bahu, senyum, sampai cara mereka menulis, saya perhatikan benar . Satu yang selalu saya lakukan ketika sedang mewancarai model adalah, saya selalu menatap matanya !

Tes Pose
Di sinilah penilaian bisa berubah, ada yang saat wawancara begitu menarik perhatian, namun saat tes pose begitu meragukan. Dan begitu sebaliknya. Disinilah pertimbangan sekaligus keputusan harus segera dibuat, apakah si calon model bisa diterima atau tidak. Biasanya saya akan memberikan kabar kepada mereka bila memang lolos tes via telpon. Di langkah ini, saya tidak pernah mengatur pose mereka. Saya bebaskan untuk berekspresi, saya hanya memotret dan memotret. Paling saya hanya memberi instruksi duduk, berdiri, hadap kiri, hadap kanan, putar belakang.

Pengambilan Keputusan
Di sini saya biasanya menyiapkan dua atau tiga model yang terbaik. Dan saya buatkan urutan nomor dari 1 sampai 3. Nomor 1 berarti terbaik versi saya, dan dua nomor berikut adalah backupnya. Keputusan bukan ditangan saya, itulah yang selalu saya katakan ke model. Dan saya pantang berjanji kepada mereka. (bersambung)

Teks : Alit
Foto : Dokumentasi Pribadi

Wednesday 28 April 2010

Menggugah Sebuah Rasa



Kalimat 'rasa' sering terdengar, namun sering pula diabaikan. Rasa, merasakan, perasaan, adalah sesuatu yang biasanya murni dari dalam hati. Jadi betapa 'dalam' nya kalimat 'rasa ini bila diharafiahkan. Pun yang terjadi dalam fotografi. Banyak orang terkagum-kagum ketika melihat sebuah foto, banyak orang seolah tak melepas pandangan mata ketika melihat hasil sebuah foto. Itu karena apa ? Karena 'Rasa" mereka sudah tersentuh oleh apa yang ada di foto tersebut. Disini hebatnya seorang fotografer, yang mampu menggugah 'Rasa' orang lain yang melihat hasil karyanya. Tidak inginkah anda (mudah2an yang baca bukan kebanyakan fotografer ya) seperti mereka ? dalam artian bisa menggugah 'Rasa' orang lain lewat karya-karya foto anda ? Ketika memotret, tentu kita sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika memotret, kita pastinya sudah ada tujuan. Namun masih banyak pula, pulang memotret dengan kartu memory yang penuh dengan frame hasil jepretan foto, namun merasa tidak puas. Itu karena apa ? Karena 'Rasa' mereka ketika memotret tidak diikut sertakan. "Rasa" mereka abaikan, ketika telunjuk menekan shutter tanpa henti. Yang terpikirkan, hanyalah segera mengeluarkan kamera, pasang lensa, kemudian jepret. Memang tidak semua pembaca melakukan hal ini, tapi itu lah yang biasanya terjadi. Menggugah sebuah Rasa dalam pemotretan model pun sangat perlu. Tidak hanya karena model cantik, tidak hanya karena model itu berkulit kinclong, atau mungkin bukan hanya karena anda sudah membayar untuk pemotretan (baca hunting) tersebut.Anda akhirnya harus memotret. Memotretlah dengan di landasi sebuah 'Rasa" (jangan diasumsikan yang negatif ya). Ketika memotret seorang model yang sebelumnya memang anda tidak kenal, tentu saja "Rasa" ini belum begitu terasa. Namun setidaknya, aroma wangi tubuh model (memang ada model yang gak wangi ?) sudah bisa anda rasakan, atau mungkin cara dia berbicara atau tersenyum, coba anda rasakan 'Rasa" tersebut dan khayalkan serta aplikasikan dalam frame-frame anda. Hasilnya tentu akan berbeda bila anda hanya sekedar memotret semata. Jadi Mengugah Sebuah Rasa itu jangan dipikirkan yang terlalu njlimet, mulai dari yang simpel-simpel aja. Nah, kalimat diatas dilakukan jika anda termasuk fotografer yang mungkin mudah melakukan hal-hal diatas. Tapi bagaimana dengan para fotografer yang 'berbeda' dalam artian masih pemalu (yaah kalo malu jangan jadi fotografer deh mas), bahkan ada lho fotografer pemula yang baru dipegang bahunya saja oleh si model udah ngibrit. Nah untuk yang mengalami hal ini, 'Rasa' tersebut bisa dimunculkan dengan kondisi lokasi, lihat aja sekilas dari jauh Modelnya, lalu anda rasakan dan mungkin anda bayangkan, dengan lokasi yang bakal menjadi tempat pemotretan, amati warna yang mungkin menonjol atau anda suka, pikirkan dan rasakan bila keduanya menyatu saat pemotretan nanti.

Berlatih sebenarnya tidak lah sulit, yang ada mungkin hanya malas. Perhatikan judul diatas diawali dengan "Menggugah", berarti yang namanya menggugah tidaklah harus ketika anda sedang memotret, "Rasa" tersebut bisa anda latih ketika anda tidak memegang kamera sekalipun. Dengan melihat, memperhatikan keadaan sekitar anda. Contoh, anda senang memotret Model. Tak ada salahnya anda berlatih dengan memperhatikan teman kerja anda tanpa harus memotret teman tersebut bukan. Pun juga memperhatikannya jangan curpan2 alias curi2 pandang, perhatikan saja saat teman anda berbicara atau sedang berjalan (ingat jangan pernah berpikir yg negatif), atau saat sedang menulis laporan, atau bahkan sedang makan siang.


Foto & Teks : Alit