UA-72643545-1

Photo

Friday, 13 February 2015

Senandung Roda Kehidupan Penjahit Pinggir Jalan (Foto Human Interest)

Foto Human Interest. Kisah penjahit


Menyusuri jalanan Ibukota Jakarta selalu saja ada yang menarik perhatian penulis. Dan suatu hari, langkah kaki terhenti dipinggir jalan daerah Manggarai. Berjejer sekitar lima penjahit pinggir jalan dengan kesibukan masing-masing. Ada yang sedang menikmati kopi pagi, ada yang sedang mempersiapkan alat-alat kerja, bahkan sudah ada yang  menerima order menjahit hari itu. Sementara tenda seadanya mereka pasang untuk sekedar terhindar dari terik matahari dan hujan. Wilayah ini memang terkenal dengan tempat mangkalnya para penjahit pinggir jalan. Dengan bermodal mesin jahit tua, lalu perlengkapan menjahit seperti benang beraneka warna, jarum, gunting, pisau, mereka "berjibaku" mengais rejeki dari keterampilan mereka menjahit. Salah satunya adalah Mbah Roni (76 tahun). Pria usia lanjut asal Kebumen Jawa Tengah ini pun mencoba mengadu nasib di hingar bingarnya Ibukota Jakarta. Mengawali kerja sebagai tenaga bangunan ketika pertama kali datang ke Jakarta, dan ketika usia terus merambat sementara tenaga sudah hampir "habis" membuat Mbah Roni banting setir menjadi seorang penjahit di tahun 80an. Semua ia lakukan demi untuk menyambung hidup  keluarganya di kampung sana. " Saya sudah tua Mas, tenaga saya sudah kalah dengan yang muda-muda, kebetulan saya bisa menjahit sewaktu muda, jadi saya gunakan kebisaan saya ini (menjahit)" Mbah Roni  mengawali pembicaraan sembari menyalakan rokoknya. Tak lama kemudian datang seorang pria menghampiri Mbah Roni.
"Pak baju saya sobek nih, di tisik aja ya" terangnya sembari membuka bajunya tanpa malu-malu. Terbayang kan, pria tersebut buka baju lalu duduk disamping Mbah Roni sembari menunggu jahitan selesai. Tak lama, sekitar limabelas menit jahitan pun kelar. Diperiksanya jahitannya, lalu dikenakan kembali sembari tersenyum seraya merogoh kantong mengambil uang untuk membayar. "Sepuluhribu cukup Pak ?" tanyanya. "Sudah, berapa saja" jawab Mbah Roni sembari menyalakan rokoknya.

Foto Human Interest. Kisah penjahit


Penulis sempat bertanya masalah biaya jahit. "Memang gak pasti ya Mbah dalam menentukan upah jahit ? . "Gak lah, yang datang kesini paling hanya menjahit kecil saja kok, nanti kalau kemahalan, saya gak dapat pelanggan" tutur Mbah Roni. Usia boleh tua, namun Mbah Roni masih cekatan ketika menjahit. Walau sudah berkacamata, ia tak merasa kesulitan ketika harus memasukan benang kedalam jarum, lalu mengayuh papan besi yang dihubungkan ke pemutar mesin jahit dengan tali. Pendapatan yang tak tentu, tak membuat Mbah Roni dan para penjahit jalanan ini surut. Mereka tetap berusaha semampunya selagi mereka bisa. Dan tak ada kata menyerah dalam hidup mereka. Mbah Roni memang tak muda lagi. Tapi semangat dan usaha kerasnya patut ditiru oleh yang muda-muda. Seperti yang dituturkan dirinya kepada penulis bahwa rejeki itu sudah diatur, selama kita berusaha dan sungguh-sungguh dalam bekerja, Insya Allah rejeki itu akan datang. Yang penting berusaha.


Foto Human Interest. Kisah penjahit
Mbah Roni ketika sedang menjahit. 
Eksposure pada foto adalah f;5,6 1/60 ISO 400



Foto Human Interest. Kisah penjahit

Eksposure pada foto adalah f;5,6 1/125 ISO 400














Foto Human Interest. Kisah penjahit
Ketika selesai menjahit, penulis meminta ijin untuk mengambil foto dirinya dengan gaya yang diinginkan Mbah Roni.
Eksposure pada foto adalah f;5,6 1/160 ISO 400

Foto Human Interest. Kisah penjahit

Mbah Roni dengan kebulan asap rokoknya.

Eksposure pada foto adalah f;5,6 1/125 ISO 400














Memotret Human Interest tidaklah harus berupa candid. Alangkah baiknya bila ingin memotret human interest diawali dengan sebuah pendekatan. Komunikasi pastinya. Tidak lantas sampai dilokasi langsung "memberondong" shutter, tanpa memperdulikan keberadaan mereka dan sekitar. Selami kerjaan atau hal yang sedang mereka lakukan. Penulis selalu membiasakan diri untuk menempatkan "JIKA AKU DIA" sebelum memotret. Dengan memahami kalimat "JIKA AKU DIA" sepertinya kita mempunyai rasa menghargai terhadap mereka. Menghargai sesama manusia. Itu inti dari memotret human interest.

Pembaca mungkin melihat, ketika pertama kali penulis memotret Mbah Roni, dia memakai kaos belang-belang. Namun tak disangka, ketika penulis meminta beberapa pose, tiba-tiba Mbah Roni mohon ijin untuk mengganti bajunya. "Mas, saya ganti baju yang lebih bagus ya" ijinnya pada penulis. Waah...benar-benar kesempatan yang diluar dugaan. Dan tak pelak lagi penulis pun begitu menikmati pose-pose yang "disuguhkan" Mbah Roni.

Jadi betapa pentingnya sebuah komunikasi yang bukan basa basi ketika kita memotret human interest.

Selamat Mencoba dan berkarya.

Foto Human Interest. Kisah penjahit

Foto & Teks : Farid Syamsuri




No comments:

Post a Comment