Kami hanya ingin berbagi hari itu. Berbagi nostalgia kami saat dulu bersama teman sejawat, teman seperjuangan, berbagi cerita apa-apa yang dulu pernah kami lakukan yang mengundang decak kagum, mengundang kekonyolan,bahkan mengundang tawa.
Di sebuah kafe kawasan Jalan Cikajang Jakarta, siang itu berubah menjadi penuh. Gelak tawa, canda, saling sapa, jabat tangan, peluk kerinduan mewarnai pertemuan tersebut. Sebuah pertemuan yang bisa dikatakan menjadi ajang silaturahmi. Sebagian dari mereka mungkin lama tidak bertemu. Toh berbagi kabar mungkin mereka lakukan hanya lewat sosial media atau pesan berbasis telepon genggam. Tapi siang itu, semuanya berubah menjadi tatap muka yang tak terelakan. Ya, kami para fotografer lawas. Kami belajar fotografi tidak semudah belajar fotografi seperti sekarang. Kami belajar dari sebuah kamera analog. Sebagian dari kami menimba ilmu fotografi dengan otodidak, bahkan kami mempelajari kerja sebuah kamera pun dari kamera pinjaman atau kamera milik dari orangtua kami. Tak ada target apapun dari kami, saat kami memulai belajar fotografi. Yang kami tahu, kami belajar dengan semangat dan serius, bagaimana memotret dengan baik, bagaimana menciptakan sebuah karya foto. Bahkan tak jarang, kami harus berkutat dengan proses memotret yang saat dulu tidaklah mudah. Membeli film, memotret, mencuci film, bahkan mencetak film sendiri. Semua kami anggap sebuah proses kerja, yang saat itu memang harus kami lakukan, demi menghasilkan sebuah foto yang baik.
Kami mempelajari fotografi tidaklah instan. Kami bersusah payah mempelajari itu semua, terkadang saat dulu kami belajar, tidak ada yang menjadi tempat bertanya, sekalipun ada, tak jarang mereka seolah enggan menjawab pertanyaan kami dengan jelas. Yang akhirnya mau tidak mau, kami harus melakukan eksperimen sendiri. Ekspreimen yang gagal, adalah makanan kami sehari-hari ketika itu. Tapi kami tidak pernah berputus asa dan pantang menyerah. Teman seperjuangan menjadi tempat kami untuk memamerkan hasil karya kala itu. Dari sesama teman lah, kami juga mendapat banyak masukan. Yang akhirnya membuat kami terpecut. Apapun penilaian teman, baik lewat perkataan canda, kritik, bahkan perkataan yang menyakitkan dalam menilai foto-foto kami adalah sebuah anugerah tersendiri. Itu yang membuat sampai detik ini kami tetap berteman. Berteman dalam artian sebenarnya. Berteman bukan hanya sekedar mengatakan "Like", "Nice Shoot", "Hebat Tenan" dan lain sebagainya dengan embel-embel icon acungkan jempol hadap atas. Dan kami buktikan hari itu.
Mungkin diantara pembaca (terutama fotografer muda) ada yang mengernyitkan dahi bila beberapa nama yang disebutkan (lihat list foto close up), tidak terpikir oleh pembaca. Atau bahkan malah asing ditelinga. Padahal karya dan kiprah mereka mewarnai fotografi di Indonesia. Ya, kami tetap berkarya sampai sekarang. Walau kami tidak terlalu "tampil" dipermukaan dunia fotografi saat ini, setidaknya kami tetap berkarya dan akan berkarya. Ada yang berkarya di dunia media dan elektronik (baik itu wartawan foto dan Redaksi), ada yang berkarya di fotografi komersial, ada yang menjadi dosen, ada yang menjadi pengajar fotografi bahkan ada yang menjadi pengusaha. Apapun jabatan dan kedudukan kami saat ini, kami tetap mencoba untuk terus berkarya. Jangan melihat kedudukan dan jabatan kami saat ini, tapi lihatlah proses kami menuju kearah itu.
Dan saat ini, dalam hal usia, kami memang sudah tidak muda, suatu saat kami pun hanya akan melihat dari "sisi kejauhan" perputaran dunia fotografi di Indonesia. Suatu saat kami pun akan "mengundurkan diri" memberikan tampuk kami kepada yang muda-muda. Dan kami sadar sepenuhnya bahwa regenerasi itu sangatlah penting. Tapi kami ingin generasi berikutnya harus lebih baik dari kami. Bukan generasi yang instan dalam mempelajari fotografi, bukan generasi yang berlomba-lomba dengan pamer seabrek peralatan kamera teknologi mutakhir, bahkan bukan generasi yang saling mengobrak-abrik harga jasa foto. Itu cita-cita kami yang sebenarnya dalam pertemuan silaturahmi ini. Dan suatu saat kami juga akan "pergi", tapi kepergian kami pun akan kami iringi dengan berbagai peninggalan yang bisa kalian nikmati kelak dikemudian hari. Karena kami akan tetap berkarya hingga akhir hayat kami.
Yang pasti pesan dari kami, jangan pernah untuk patah semangat dalam mempelajari fotografi. Saat ini fotografi begitu mudah dipelajari, tapi kemudahan itu jangan dijadikan yang dimudah-mudahkan. Karena menjadi fotografer tidaklah sekedar jepret shutter, fotografer tidak sekedar menenteng-nenteng kamera, fotografer tidaklah sekedar upload foto bagus lalu di "like" sekian juta orang. Fotografer sejati adalah fotografer yang memotret dengan hati dan rasa. Fotografer sejati adalah fotografer yang menghargai proses kerja. Selamat memotret dan majulah terus dunia fotografi Indonesia.
Tambahan :
Mohon maaf bila penulis, mengistilahkan kata "kami", karena mungkin diantara yang hadir tidak begitu setuju dengan isi dari tulisan ini. Karena sebenarnya penulis sendiri, berada di generasi tengah, dimana saat teman-teman yang hadir saat itu, sudah sedemikian seriusnya mempelajari fotografi dan karyanya dilihat bahkan dinikmati oleh khalayak umum, penulis justru baru belajar fotografi. Sukses selalu buat para senior, salam hormat dan salut dari penulis. Dan berikut beberapa foto profil mereka yang hadir (walau tidak semua) yang sempat penulis abadikan (mohon maaf juga jika ada beberapa nama yang tak sesuai atau bahkan tak bernama) :
Budi Rahardjo, Bobo, Arno S, David Dewantoro, Arbain Rambey |
Rizal Pahlevi, Denny Pohan, NN, NN,NN |
Amir Leo, NN, Vitri Yuliani, Widya Amrin, Yoga Suryaprakoso |
Gito, NN, Gino Franki Hadi, NN, Edi Bogel |
Julianto Suroso, Hendra Lubis, Hari Subastian, Firman Ichsan, Marcel |
Ray Bachtiar, Peter F Momor, Odi Komala, Ryan Budi, Roy Genggam |
Tigor Lubis, Steve Pakan, Triyudha Ichwan, Loepy Ipul, Gunadi Harjanto |
Willy Pitrawirya, Heru Survival, Abror Rizki |
Teks dan Foto :
Saya dedikasikan tulisan ini untuk seluruh para fotografer Indonesia
Farid. S
Penulis diantara para sahabat (diambil dari halloapakabar.com)Baca Juga :
|
Jamannya udah beda ya sob... sekarang ini anak baru kemaren sore pegang kamera mahal (tanpa paham benar fungsi-fungsinya) sudah menyebut diri "fotografer". Dan parahnya, pasang harga jasa yang murah sekali...
ReplyDelete